Selasa, 24 Januari 2012

Kepemimpinan Soeharto dan Agent of Change

Seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinannya dapat menjadi pembaharu organisasi dan memberi warna terhadap budaya organisasi. Ambil contoh (Alm) Soeharto, Presiden Republik Indonesia ke-2 setelah Soekarno, yang menjadi pemimpin negara ini selama kurang lebih 31 tahun (1967-1998), Soeharto menorehkan sejarah dalam perjalanan bangsa ini, menjadi tokoh pembangunan di negara ini, dan gaya kepemimpinannya memberi warna tersendiri dalam dinamika berbangsa dan bernegara (baca: budaya organisasi).

MASA SEBELUM SOEHARTO MENJADI PRESIDEN

Kondisi Indonesia dari merdeka sampai pada masa Presiden Soekarno lengser diwarnai dengan berbagai kemelut. Mulai dari gerakan separatis dimana-mana, pergantian kabinet yang sering terjadi, perdebatan mengenai Undang Undang Dasar negara, campur tangan Amerika Serikat tentang keamanan di Indonesia, sampai masalah ideology NASAKOM. Pada masa Demokrasi Terpimpin yang dijalankan Presiden Soekarno, ada kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu. Pendapatan ekspor Indonesia menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi kaum birokrat dan militer menjadi wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi sangat labil dan memicu banyaknya demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan buruh, petani, dan mahasiswa. Semua masalah diatas membuat pembangunan di Indonesia menjadi terhambat.

PEMBAHARUAN YANG DILAKUKAN SOEHARTO

Soeharto resmi dilantik menjadi Presiden Indonesia kedua menggantikan Soekarno pada tanggal 27 Maret 1968. Setelah menjadi presiden, Soeharto melakukan berbagai macam perubahan yang nyata bagi bangsa Indonesia, jika dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya bahkan sesudahnya. Dengan kestabilan ekonomi dan politik, pembangunan di Indonesia dapat leluasa dan lebih terfokus dilakukan. Adapun contoh-contoh perubahan yang terjadi ketika Soeharto menjadi presiden antara lain:
  • Meningkatnya jumlah ekspor beras, sampai Indonesia mengalami swasembada pangan pada tahun 1984, yang merupakan sebuah prestasi membanggakan di mata dunia.
  • Harga Sembilan Bahan Pokok (Sembako) yang murah dan terjangkau bagi masyarakat kecil
  • Pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah di Indonesia
  • Program kependudukan melalui Keluarga Berencana yang berhasil sehingga mendapat penghargaan dari PBB berupa United Nations Population Award.
  • Kestabilan politik dengan digantinya sistem multipartai seperti pada zaman presiden Soekarno, dengan penyatuan kekuatan-kekuatan politik menjadi 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya (Golkar)
  • Kemajuan ekonomi sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam daftar negara-negara industri baru bersama Singapura, RRC, dan Korea Selatan. Indonesia sempat dijuluki sebagai macan Asia.

GAYA KEPEMIMPINAN SOEHARTO DALAM SEJARAH BANGSA

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari merdeka sampai saat ini, kepemimpinan Soeharto memberikan sebuah warna tersendiri. Setiap pemimpin dan gaya kepemimpinannya merupakan produk suatu zaman tertentu. Demikian pula dengan Soeharto, cara ia memimpin bangsa ini menuju suatu perubahan merupakan produk dari zaman dimana ia hidup, dan disesuaikan dengan zaman saat ia berkarya.


Pembangunan Indonesia sebelum tahun 1970-an masih kacau balau oleh karena berbagai macam pergolakan baik itu pergolakan ekonomi maupun pergolakan sosial politik. Pergantian sistem demokrasi, model perpolitikan yang multipartai, pergantian kabinet yang sering terjadi, diperparah dengan berbagai gerakan separatis, membuat kondisi Indonesia hampir menjadi “layu sebelum berkembang” karena pembangunan selalu mandeg. Ketika tampuk pimpinan tertinggi di negara ini dipegang oleh Soeharto, mulailah sebuah sistem pemerintahan yang solid dan stabil dibangun. Untuk membangun pemerintahan yang sedemikian solid, Soeharto mengambil langkah-langkah strategis – yang dapat dipakai untuk menggambarkan gaya kepemimpinannya – sebagai berikut:

  • Menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai tugas utama pemerintah
  • Menyederhanakan sistem politik dari multipartai menjadi 3 partai utama
  • Merintangi demokrasi dan kebebasan berpendapat. Meredam para oposisi yang juga berakibat hilangnya banyak nyawa manusia
  • Melengserkan tokoh-tokoh sosialis dan menaikkan para teknokrat.
  • Berkonsentrasi pada persoalan-persoalan dalam negeri, memastikan bahwa keamanan nasional benar-benar dalam genggaman.
  • Segala keputusan strategis menjadi wewenang pemerintah pusat. Pemerintahan dijalankan secara terpusat dan bukan diberikan kepada daerah secara otonom.

Dari beberapa langkah strategis yang diambil Soeharto diatas, ia berhasil membangun stabilitas politik dan ekonomi di negara ini. Masyarakat Indonesiapun (minus kalangan oposisi) pernah merasakan hidup tenteram sebagai warga negara Indonesia, dan bangsa Indonesia dihargai di mata dunia. Banyak sumbangsih yang diberikan bangsa Indonesia bagi masyarakat dunia, dan juga banyak prestasi yang didapat Indonesia. Dengan gaya kepemimpinan yang cenderung otokratik, kesolidan dan kestabilan negara dapat dibangun.


Gaya kepemimpinan yang otoriter ala Soeharto diatas tentu bukanlah hal yang keliru jika kita melihat kembali situasi banga Indonesia yang tidak menentu arahnya pada waktu itu. Dalam situasi yang sedemikian tidak jelas, dibutuhkan pemimpin yang mampu mengawali dan membawa bangsa ini kepada suatu perubahan. Dalam situasi yang demikian, gaya kepemimpinan yang dibutuhkan adalah gaya kepemimpinan yang otokratik. Seorang pemimpin harus tampil dengan berani dan tegas membawa bangsa ini menuju suatu pembaharuan, dan itulah yang dilakukan oleh Soeharto. Gaya kepemimpinan Soeharto yang otoriter memberi sebuah catatan tersendiri dalam sejarah bangsa Indonesia. Hasil yang ditimbulkan oleh gaya kepemimpinan ini pun sangat besar, baik itu positif maupun negatif. Harus diakui ibaratnya mata uang, gaya kepemimpinan Soeharto mempunyai dua sisi, tergantung dari sisi mana kita mau melihatnya.


MANAJEMEN PERUBAHAN

Perubahan itu selalu pasti terjadi baik itu pada individu atau pada organisasi. Jika individu atau organisasi itu tidak berubah dan mempertahankan cara-cara lama maka individu atau organisasi itu akan mati. Lingkungan yang terus bergerak dinamis membuat siapapun dan apapun di sekitarnya selalu mengalami perubahan. Menurut Zaltman & Duncan (Wasistiono 2007) perubahan dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu perubahan yang terencana dan perubahan yang tidak terencana. Perubahan itu tidak terencana apabila sebelumnya tidak dikenali dan diantisipasi dengan baik, sebaliknya perubahan itu terencana apabila aktor penggerak telah menyiapkan dan merencanakan proses perubahan itu dari awal hingga bagaimana menindaklanjuti konsekuensinya.

Perubahan pada umumnya tidak dapat diprediksi (unpredictable), namun ada yang juga dapat diprediksi. Contoh perubahan yang tidak dapat diprediksi adalah perubahan teknologi, sedangkan perubahan yang dapat diprediksi adalah perubahan fisik manusia sejak lahir hingga dewasa. Dalam menghadapi perubahan yang tidak dapat atau sulit diprediksi maka diperlukan manajemen yang baik agar perubahan itu tidak mengakibatkan kehancuran bagi suatu individu ataupun suatu organisasi. Untuk itu dikenallah suatu pendekatan yang disebut sebagai manajemen perubahan atau change management.

MENGAPA ORGANISASI HARUS BERUBAH?

Ada sejumlah alasan hingga mengapa suatu individu atau organisasi harus melakukan perubahan, antara lain:

1) Efisiensi
Tanpa perubahan, seorang pemimpin organisasi masih akan mendiktekan berbagai urusan kepada seorang sekretaris, membuang waktu yang lama untuk menyampaikannya satu persatu kepada tiap-tiap orang yang terlibat dalam bisnis tersebut. Perubahan yang diterapkan dalam hal teknologi komunikasi dengan adanya handphone, internet, email, ipad, dll misalnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas sebuah organisasi, karena orang tidak perlu lagi menggunakan waktu yang banyak untuk mencari atau menghubungi rekan atau pelanggannya.

2) Kebutuhan pelanggan yang selalu berubah
Salah satu karakteristik pelanggan (customer) adalah kebutuhan selalu berubah-ubah. Dari masa ke masa selalu ada pergeseran kebutuhan. Contohnya pada industri kendaraan roda dua. Dua perusahaan besar yaitu Yamaha dan Honda memproduksi sepeda motor khusus wanita jenis bebek. Ternyata di Indonesia, tawaran produk sepeda motor bebek ini tidak menjawab kebutuhan secara penuh. Wanita Indonesia sering memakai kebaya sebagai busana asli Indonesia mengalami kesulitan ketika harus mengendarai sepeda motor bebek, karena harus distart manual, harus mengerem, dan memindahkan persneling dengan kaki yang dilakukan dengan tidak leluasa karena memakai kebaya. Melihat gap kebutuhan yang ada, Yamaha dan Honda melakukan perubahan produk dan memproduksi sepeda motor jenis matic yaitu Mio dan Vario,

3) Perubahan ekonomi
Perubahan ekonomi dapat memberikan pengaruh positif dan negatif bagi perusahaan. Jika pertumbuhan ekonomi suatu negara itu tinggi, maka besar kemungkinan persaingan antar perusahaan dalam industri semakin tinggi juga. Hal ini sering berakibat perusahaan harus melakukan ekspansi, menambah fasilitas dan jumlah produksi dan bahkan jumlah karyawan, untuk menunjang produktifitas. Jika pertumbuhan ekonomi suatu negara itu menurun, maka perusahaan terkadang harus melakukan perubahan seperti mengurangi fasilitas, menurunkan gaji, atau bahkan memutuskan hubungan kerja para karyawan.

4) Peluang berkembang
Perubahan sangat penting bagi organisasi untuk meningkatkan keterampilan karyawan. Karyawan diarahkan untuk mempelajari hal-hal baru, skill yang baru, dan juga ide-ide baru, yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan pada organisasi.

ARAS PERUBAHAN DALAM ORGANISASI

Berdasarkan tingkatannya, perubahan dalam sebuah organisasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aras, yaitu:

1) Perubahan Misi
Setiap organisasi atau perusahaan tentu memiliki visi dan misi yang hendak dicapai perusahaan tersebut. Ketika misi perusahaan yang dijalankan tidak lagi efektif untuk mencapai visi tertentu, maka perusahaan harus melakukan perubahan misi agar dapat kembali ke jalur untuk mencapai visi. Perubahan misi merupakan sebuah perubahan fundamental bagi sebuah organisasi.

2) Perubahan Stratejik
Perubahan stratejik merupakan perubahan strategi organisasi dalam mencapai misinya. Ketika misi sudah ditetapkan, maka diperlukan strategi untuk mencapai misi tersebut. Ketika strategi yang lama tidak mampu membawa organisasi mencapai suatu misi tertentu, maka dibutuhkan perubahan strategi dengan melihat peluang dan kapasitas organisasi.

3) Perubahan Operasional
Operasional yang dimaksudkan disini adalah operasionalisasi dari strategi organisasi untuk mencapai misi. Operasionalisasi strategi merupakan tahap yang amat penting bagi sebuah organisasi, dan sangat menentukan raihan dan kualitas organisasi. Perusahaan atau organisasi beroperasi sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut. Perubahan operasional dilakukan apabila operasi yang dilakukan perusahaan menyimpang atau keluar dari strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Perubahan operasional juga dilakukan apabila ditemui ada hal-hal yang lebih efisien dalam menjalankan strategi. Perubahan operasional juga mencakup perubahan struktural dan fungsional organisasi.

4) Perubahan Teknologi
Perubahan teknologi merupakan perubahan terhadap metode dan alat-alat yang membantu organisasi dalam beroperasi, misalnya perubahan cara berkomunikasi, perubahan cara promosi, dll. Ini berhubungan juga dengan masalah efisiensi yang telah dipaparkan diatas, bahwa perubahan teknologi dilakukan untuk menambah efisiensi dan meningkatkan produktivitas kerja.

5) Perubahan Sikap dan Perilaku
Perubahan sikap dan perilaku merupakan perubahan yang paling sulit dilakukan karena berhubungan langsung dengan manusia. Keempat perubahan diatas akan mudah dilakukan apabila sikap dan perilaku manusia juga menunjang perubahan itu untuk dilakukan. Misi, strategi, operasionalisasi, dan teknologi semuanya dijalankan oleh manusia. Dengan demikian semua itu akan berjalan ke arah visi yang diinginkan apabila manusia yang mengendalikannyapun ikut berubah sesuai dengan kebutuhan. Perubahan sikap dan perilaku memerlukan waktu dan tidak serta merta langsung dapat dilakukan.

SIKAP TERHADAP PERUBAHAN

Setiap perubahan pada organisasi tentu berdampak langsung pada individu-individu yang ada dalam organisasi itu. Dampak ini memunculkan berbagai macam sikap, baik itu sikap yang positif maupun yang negatif. Sikap positif adalah sikap yang pro-aktif terhadap perubahan yang terjadi dan juga sikap transformatif, sedangkan sikap negative adalah sikap yang kontra perubahan dan oportunistik.

1) Sikap Pro-Aktif
Dengan sikap ini setiap individu dalam organisasi mengambil posisi terdepan dan proses perubahan. Setiap individu menjadi motor penggerak perubahan itu sendiri. Untuk berada pada posisi ini, tidak hanya diperlukan kecerdasan, namun juga keberanian, karena menjadi pelopor perubahan biasanya akan berhadapan dengan pihak yang sudah nyaman dengan keadaan yang ada dan enggan berubah.

2) Sikap Transformatif
Sikap ini diambil oleh mereka yang melihat perubahan yang terjadi membawa sebuah kebaikan sehingga mereka merasa perlu untuk mengikuti perubahan itu secara rasional dan bukan atas keinginan untuk mendapatkan keuntungan.

3) Sikap Kontradiktif
Sikap ini biasanya diambil oleh mereka yang sudah merasa nyaman dengan kondisi yang ada dan memiliki keuntungan atas kondisi yang ada. Mereka akan menolak perubahan dan semua usaha yang bertujuan untuk menggantikan posisi atau kondisi yang ada.

4) Sikap Oportunistik
Sikap ini diambil oleh mereka yang ingin mencari aman dari kondisi yang ada. Mereka tidak menolak perubahan, namun tidak juga berada dalam posisi sebagai penggerak perubahan. Ketika perubahan itu membawa keuntungan bagi mereka, akan mereka dukung, tetapi jika perubahan itu tidak membawa keuntungan dan cenderung gagal maka mereka akan berdiam diri pada kondisi yang ada.

Pada setiap organisasi yang melakukan perubahan, keempat sikap diatas akan sering dijumpai. Tentu agar perubahan itu dapat tercapai dengan baik maka yang diperlukan adalah menumbuhkan sikap yang positif dan menghilangkan sikap yang negatif. Melakukan kedua hal ini bukanlah suatu perkara yang mudah. Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan waktu yang relatif panjang untuk melakukan kedua hal ini, ketika merencanakan suatu perubahan. Pendekatan yang terus menerus dan bertahap pada setiap anggota organisasi dapat menjadi salah satu jalan untuk membangun suatu gambaran positif mengenai perubahan yang akan dilakukan.